PENGAPLIKASIAN TEORI MARVIN ZUCKERMAN: SENSATION SEEKING
SULTRANESIA, MALANG - Encompass Indonesia merupakan
organisasi yang bergerak di bidang pendidikan multikultural. Mulai aktif
mendedikasikan dirinya untuk negeri sejak tahun 2009. Anggotanya merupakan
pemuda-pemudi yang peduli akan pendidikan multikultural di Indonesia. Ada
beberapa agenda yang rutin dilaksanakan oleh Encompass Indonesia wilayah Malang
yaitu, EGOS (Encompass Goes to School), EMO (Encompass Member Orientation), EA
(Encompass Award), BC (Bhinneka Camp), serta perayaan hari-hari besar nasional.
Bhinneka Camp merupakan acara tahunan yang diadakan
oleh Encompass Indonesia. Acara ini merupakan acara terapan dalam proses
pembelajaran serta pembinaan sikap dan nilai-nilai multikultural (Toleransi, Solidaritas,
Empati, Musyawarah, Egaliter, Pengungkapan Diri, Persamaan Nilai,
Universalitas, Keunikan personil, dll) untuk generasi muda.
Bhinneka Camp 3 diadakan seiring dengan semakin
dibutuhkannya pemuda/pemudi Indonesia yang peduli akan multikulturalisme yang
unik di Indonesia. Acara ini betujuan untuk menerapkan pemahaman Bhinneka
Tunggal Ika. Agar pemuda-pemudi Indonesia tidak membuat perbedaan yang ada
sebagai alat pemicu konflik namun merupakan anugrah sebagai kekayaan unik yang
tiada tara.
Pada tahun ini, Bhinneka Camp 3 membuka pendaftaran
dari tanggal 6 Oktober-6 November 2014 dan akan di adakan selama lima hari,
yaitu tanggal 3-7 Desember 2014 bertempat di P-Wec, Malang, Jawa Timur.
Peserta Bhinneka Camp 3 berasal dari seluruh
Indonesia yaitu pemuda/pemudi berumur 19-25 tahun. Kegiatan ini menerapkan
sistem seleksi dengan hanya meloloskan 35 peserta dari seluruh Indonesia untuk
mengikuti acara di Malang.
Bhinneka Camp dikemas secara persuasif dan rekreatif
melalui kegiatan workshop, outbond, simulasi, diskusi, energizer games. Pada
tahun 2014 ini, Bhinneka Camp telah memasuki tahun ketiga. Dimana sebelumnya
Bhinneka Camp 1 dan 2 telah suskes dilaksanakan.
Acara ini di dukung oleh, Petung Sewu Adventure
Malang, ProFauna Indonesia, #PR Creative Motion. Juga beberapa media partner
yaitu, SULTRANESIA, Media Mahasiswa
Indonesia (www.mahasiswa-indonesia.com), @eventmalang, @acaramahasiswa,
@infomalangnet, @infobatu, MHS MLG, Malcom, @Skrip_Shit, @SISWA_MALANG, Radio
Kencana FM 98.6 Malang, 105.10 FM Jeje Radio Surabaya dan Halomalang.com.
@encompassINA
Facebook:
Encompass Indonesia
KASUS:
Saya akan berbagi cerita yang sesuai dengan teori Marvin
Zuckerman pada sensation seeking. Bermodalkan
denga tulisan essai tentang konflik SARA, bahwa tindakan diskriminasi bisa
terjadi dimanapun tanpa kita ketahui. Saya mengangkat dua kisah di essai saya. Pertama
konflik yang sering terjadi di daerah kita dan konflik nyata yang pernah di alami
teman kuliah saya di Aceh. (Terima kasih telah berbagi pengalamannya CC. Saya menuliskan
pengalaman yang pernah dibagi teman saya saat psikologi pendidikan saat kami
membahas multikulturalisme di bagian diskriminasi pada minoritas).
Pada saat itu saya tidak terlalu berharap dengan tulisan yang saya
kerjakan. Karena di beberapa ajang seperti konferensi nasional saya selalu saja
gagal menjadi salah satu peserta. Impian saya hanya satu bisa menambah wawasan
dan pengalaman saya lebih jauh lagi dan target saya dari awal bisa keluar
provinsi. Sedari kecil saya tidak pernah keluar provinsi, bukan tidak mampu
dari segi ekonomi tetapi kesempatan
untuk menjelajah lebih jauh lagi tidak pernah terwujud, faktor utama mungkin
kekhawatiran orang tua. Pada saat pengumuman ternyata saya terpilih menjadi
salah satu delegasi dari Sumatera Utara mewakili Universitas Sumatera Utara di
acara Bhinneka camp 3 ini yang diseleggarakan di Malang. Ternyata Rencana Allah
lebih besar lagi, kesempatan yang datang bukan membuat saya sekedar keluar
provinsi tapi lebih besar lagi saya bisa keluar pulau. Satu hal yang saya
tanamkan pada diri saya sendiri setiap orang bisa beranjak kemana pun dengan
uang yang dimilikinya tapi sedikit yang bisa beranjak dengan prestasi, dan
karena saya belum bisa mencari uang sendiri yah harus memperbanyak prestasi
untuk bisa menjelajah dunia luar.
Pada awalnya saya sendiri bingung. Gimana nih pulau Jawa nantinya? Gimana
orang-orang disana?. Tapi rasa takut saya sedikit terminimalisir karena USU
memiliki dua delegasi yaitu saya dan bang Suryadi. Saya bersama bang Suryadi
mendiskusikan keberangkatan kami menggunakan media sosial yang ada. Kami hanya
menaiki pesawat yang sama sampai di Jakarta. Di statiun pasar senen di Jakarta saya harus melanjutkan perjalanan
sendirian sampai ke Malang.
Sesampainya pada hari H. Kami para peserta yang datang dari berbagai
daerah ditempah menjadi pribadi yang baru. Pribadi yang bisa lebih peduli lagi
terhadap perbedaan, bagaimana tiap-tiap kami bisa menselaraskan perbedaan yang
indah tadi menjadi kesatuan yang tidak melebur tapi bisa menjadi warna-warni
unik pribadi manusia. Karena pelangi pun tak kan indah jika salah satu warnanya
menghilang. Acara ini dikemas dengan sesederhana dan seunik mungkin selama 5
hari di hutan buatan P-WEC Malang.
Sepulangnya dari acara ini, saya kembali harus pulang ke Medan sendirian
karena teman asal daerah saya masih mau menjelajah ke Yogyakarta. Saya mengambil
rute pulang dari Surabaya. Beruntunglah saya, ternyata saya bertemu dengan
orang-orang yang baik dari pertama kali saya menginjakkan kaki di tanah Jawa. (
pada awalnya saya berangkat tanggal 1 Desember 2014 dari Medan ke Jakarta. Sampai
di Malang tanggal 2 Desember 2014. Acara Bhinneka campnya di tanggal 3-7
Desember. 8 Desember ke Surabaya. Dan tanggal 9 Desember dari Bandara Juanda ke
Medan, Alhamdulillah sampai di Medan dengan selamat). Ternyata pemositivan
pikiran membuat kita mendapatkan hal yang sama. Saya orang yang termasuk cuek
dan pendiam dengan orang-orang yang tidak di kenal dan kurang suka membicarakan
hal yang menurut saya tidak penting tapi hal itu berubah ketika saya
menginjakkan kaki di Jawa, saya berusaha untuk seramah tamahnya dengan orang
yang baru saya kenal walaupun terkadang tidak optimal. Tapi saya tidak pernah
terlantar bahkan beberapa kali saya menginap di rumah teman yang saya baru
kenal dan yang saya tidak kenal sama sekali. Tapi akhirnya bisa menambah banyak
teman baru.
Jangan takut keluar dari
zona aman kita. Sesekali travel ke
tempat-tepat yang belum pernah kita datangi sendirian dengan begitu kita lebih
tahu caranya untuk bertahan hidup dan berinteraksi sosial yang sesungguhnya. Menurut
Ukirsari
R. Manggalani (dalam female.kompas.com) traveling sendirian justru membuatnya
lebih leluasa mengenali budaya lokal setempat.
"Traveling ke berbagai negara mengharuskan kita untuk menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Kita belajar budaya luar dan respect terhadapnya," ungkap Ari kepada Kompas Female usai talkshow di acara Be An Adventurous & Inspirational Woman yang diselenggarakan Majalah MORE Indonesia dan Martha Stewart Living Indonesia, di Pimento Kemang, Jakarta, beberapa waktu lalu. Prinsipnya, kata Ari, solo traveler termasuk perempuan perlu menjalani rumusan ini:
* Percaya diri
* Berpikir positif
* Pintar menyesuaikan diri
"Traveling ke berbagai negara mengharuskan kita untuk menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Kita belajar budaya luar dan respect terhadapnya," ungkap Ari kepada Kompas Female usai talkshow di acara Be An Adventurous & Inspirational Woman yang diselenggarakan Majalah MORE Indonesia dan Martha Stewart Living Indonesia, di Pimento Kemang, Jakarta, beberapa waktu lalu. Prinsipnya, kata Ari, solo traveler termasuk perempuan perlu menjalani rumusan ini:
* Percaya diri
* Berpikir positif
* Pintar menyesuaikan diri
TEORI MARVIN ZUCKERMAN: SENSATION SEEKING
Menurut Zuckerman, sensation
seeking dideskripsikan sebagai keinginan untuk bervariasi/beragam, baru,
kompleks/rumit, sensasi yang intens dan pengalaman serta kesukarelaan dalam mengambil
resiko secara fisik, sosial, legal, dan secara financial demi sebuah
pengalaman. Risiko. bukan merupakan bagian
penting dari sifat tersebut, karena banyak kegiatan yang berhubungan
dengan itu tidak berisiko.
Namun, resiko dapat
diabaikan, ditoleransi, atau
diminimalkan dan bahkan dapat dianggap menambah
kegembiraan kegiatan.
ada 4 faktor sensation seeking :
ada 4 faktor sensation seeking :
- Thrill and adventure seeking keinginan untuk terikat dalam aktivitas fisik yang melibatkan kecepatan, bahaya, dan hal yang menantang gravitasi seperti bungee jumping, parachuting, scuba diving dan terbang.
- Experience seeking mencari pengalaman baru melalui perjalanan, musik, seni.
- Disinhibition kebutuhan untuk mencari aktivitas sosial yang liar. Preferensi "di luar kendali" kegiatan seperti pesta liar, minum dan variasi seksual.
- Boredom susceptibility : intoleransi pengulangan atau orang-orang yang membosankan, dan gelisah dalam kondisi seperti itu.
Pembahasan Teori berdasarkan pengaplikasian kasus :
Berdasarkan ke empat faktor
sensation seeking yang menurut saya berkaitan dengan kasus adalah Thrill and
adventure seeking dan Experience Seeking :
·
Thrill and
adventure seeking : terkait dengan kasus kenapa saya lebih memilih untuk
terbang menggunakan pesawat. Salah satunya adalah menantang diri saya untuk
lebih berani lagi dalam hal menantang gravitasi dan ketinggian. Saya memang
termasuk orang yang takut dengan ketinggian tapi tidak lantas membuat saya
takut untuk mencoba menaiki pesawat terbang walaupun untuk pertama kalinya. Saya
juga tidak mengambil opsi lain seperti menaiki bus atau kapal untuk sampai ke
pulau Jawa.
·
Experience
Seeking : saya baru pertama kalinya ke Jawa, apalagi saya harus melanjutkan
perjalanan secara sendirian (Solo Trip) hal ini membuat saya lebih beradaptasi
dengan lingkungan sekitar dan berinteraksi dengan orang-orang sekitar lebih
intens lagi. Di dalam perjalanan saya, saya juga sempat kebingungan karena
masih terbiasa dengan waktu shalat saat berada di Medan. Walaupun sama sama
berada di waktu indonesia bagian barat (WIB) akan tetapi waktu untuk shalat di sana
sangat terlihat perbedaannya. Mahasiswa di Malang juga sudah berkuliah pada
pukul 6 pagi.
REFERENSI :
http://en.wikipedia.org/wiki/Sensation_seeking