Jumat, 26 Desember 2014

Out of The Moment


 PENGAPLIKASIAN TEORI MARVIN ZUCKERMAN: SENSATION SEEKING


SULTRANESIA, MALANG - Encompass Indonesia merupakan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan multikultural. Mulai aktif mendedikasikan dirinya untuk negeri sejak tahun 2009. Anggotanya merupakan pemuda-pemudi yang peduli akan pendidikan multikultural di Indonesia. Ada beberapa agenda yang rutin dilaksanakan oleh Encompass Indonesia wilayah Malang yaitu, EGOS (Encompass Goes to School), EMO (Encompass Member Orientation), EA (Encompass Award), BC (Bhinneka Camp), serta perayaan hari-hari besar nasional.

Bhinneka Camp merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Encompass Indonesia. Acara ini merupakan acara terapan dalam proses pembelajaran serta pembinaan sikap dan nilai-nilai multikultural (Toleransi, Solidaritas, Empati, Musyawarah, Egaliter, Pengungkapan Diri, Persamaan Nilai, Universalitas, Keunikan personil, dll) untuk generasi muda.

Bhinneka Camp 3 diadakan seiring dengan semakin dibutuhkannya pemuda/pemudi Indonesia yang peduli akan multikulturalisme yang unik di Indonesia. Acara ini betujuan untuk menerapkan pemahaman Bhinneka Tunggal Ika. Agar pemuda-pemudi Indonesia tidak membuat perbedaan yang ada sebagai alat pemicu konflik namun merupakan anugrah sebagai kekayaan unik yang tiada tara.


Pada tahun ini, Bhinneka Camp 3 membuka pendaftaran dari tanggal 6 Oktober-6 November 2014 dan akan di adakan selama lima hari, yaitu tanggal 3-7 Desember 2014 bertempat di P-Wec, Malang, Jawa Timur.

Peserta Bhinneka Camp 3 berasal dari seluruh Indonesia yaitu pemuda/pemudi berumur 19-25 tahun. Kegiatan ini menerapkan sistem seleksi dengan hanya meloloskan 35 peserta dari seluruh Indonesia untuk mengikuti acara di Malang.


Bhinneka Camp dikemas secara persuasif dan rekreatif melalui kegiatan workshop, outbond, simulasi, diskusi, energizer games. Pada tahun 2014 ini, Bhinneka Camp telah memasuki tahun ketiga. Dimana sebelumnya Bhinneka Camp 1 dan 2 telah suskes dilaksanakan.

Acara ini di dukung oleh, Petung Sewu Adventure Malang, ProFauna Indonesia, #PR Creative Motion. Juga beberapa media partner yaitu, SULTRANESIA, Media Mahasiswa Indonesia (www.mahasiswa-indonesia.com), @eventmalang, @acaramahasiswa, @infomalangnet, @infobatu, MHS MLG, Malcom, @Skrip_Shit, @SISWA_MALANG, Radio Kencana FM 98.6 Malang, 105.10 FM Jeje Radio Surabaya dan Halomalang.com.


@encompassINA
Facebook: Encompass Indonesia

KASUS:


Saya akan berbagi cerita yang sesuai dengan teori Marvin Zuckerman pada sensation seeking. Bermodalkan denga tulisan essai tentang konflik SARA, bahwa tindakan diskriminasi bisa terjadi dimanapun tanpa kita ketahui. Saya mengangkat dua kisah di essai saya. Pertama konflik yang sering terjadi di daerah kita dan konflik nyata yang pernah di alami teman kuliah saya di Aceh. (Terima kasih telah berbagi pengalamannya CC. Saya menuliskan pengalaman yang pernah dibagi teman saya saat psikologi pendidikan saat kami membahas multikulturalisme di bagian diskriminasi pada minoritas).
Pada saat itu saya tidak terlalu berharap dengan tulisan yang saya kerjakan. Karena di beberapa ajang seperti konferensi nasional saya selalu saja gagal menjadi salah satu peserta. Impian saya hanya satu bisa menambah wawasan dan pengalaman saya lebih jauh lagi dan target saya dari awal bisa keluar provinsi. Sedari kecil saya tidak pernah keluar provinsi, bukan tidak mampu dari segi ekonomi  tetapi kesempatan untuk menjelajah lebih jauh lagi tidak pernah terwujud, faktor utama mungkin kekhawatiran orang tua. Pada saat pengumuman ternyata saya terpilih menjadi salah satu delegasi dari Sumatera Utara mewakili Universitas Sumatera Utara di acara Bhinneka camp 3 ini yang diseleggarakan di Malang. Ternyata Rencana Allah lebih besar lagi, kesempatan yang datang bukan membuat saya sekedar keluar provinsi tapi lebih besar lagi saya bisa keluar pulau. Satu hal yang saya tanamkan pada diri saya sendiri setiap orang bisa beranjak kemana pun dengan uang yang dimilikinya tapi sedikit yang bisa beranjak dengan prestasi, dan karena saya belum bisa mencari uang sendiri yah harus memperbanyak prestasi untuk bisa menjelajah dunia luar.
Pada awalnya saya sendiri bingung. Gimana nih pulau Jawa nantinya? Gimana orang-orang disana?. Tapi rasa takut saya sedikit terminimalisir karena USU memiliki dua delegasi yaitu saya dan bang Suryadi. Saya bersama bang Suryadi mendiskusikan keberangkatan kami menggunakan media sosial yang ada. Kami hanya menaiki pesawat yang sama sampai di Jakarta. Di statiun pasar senen di  Jakarta saya harus melanjutkan perjalanan sendirian sampai ke Malang.
Sesampainya pada hari H. Kami para peserta yang datang dari berbagai daerah ditempah menjadi pribadi yang baru. Pribadi yang bisa lebih peduli lagi terhadap perbedaan, bagaimana tiap-tiap kami bisa menselaraskan perbedaan yang indah tadi menjadi kesatuan yang tidak melebur tapi bisa menjadi warna-warni unik pribadi manusia. Karena pelangi pun tak kan indah jika salah satu warnanya menghilang. Acara ini dikemas dengan sesederhana dan seunik mungkin selama 5 hari di hutan buatan P-WEC Malang.

Sepulangnya dari acara ini, saya kembali harus pulang ke Medan sendirian karena teman asal daerah saya masih mau menjelajah ke Yogyakarta. Saya mengambil rute pulang dari Surabaya. Beruntunglah saya, ternyata saya bertemu dengan orang-orang yang baik dari pertama kali saya menginjakkan kaki di tanah Jawa. ( pada awalnya saya berangkat tanggal 1 Desember 2014 dari Medan ke Jakarta. Sampai di Malang tanggal 2 Desember 2014. Acara Bhinneka campnya di tanggal 3-7 Desember. 8 Desember ke Surabaya. Dan tanggal 9 Desember dari Bandara Juanda ke Medan, Alhamdulillah sampai di Medan dengan selamat). Ternyata pemositivan pikiran membuat kita mendapatkan hal yang sama. Saya orang yang termasuk cuek dan pendiam dengan orang-orang yang tidak di kenal dan kurang suka membicarakan hal yang menurut saya tidak penting tapi hal itu berubah ketika saya menginjakkan kaki di Jawa, saya berusaha untuk seramah tamahnya dengan orang yang baru saya kenal walaupun terkadang tidak optimal. Tapi saya tidak pernah terlantar bahkan beberapa kali saya menginap di rumah teman yang saya baru kenal dan yang saya tidak kenal sama sekali. Tapi akhirnya bisa menambah banyak teman baru.
Jangan takut keluar dari zona aman kita. Sesekali travel ke tempat-tepat yang belum pernah kita datangi sendirian dengan begitu kita lebih tahu caranya untuk bertahan hidup dan berinteraksi sosial yang sesungguhnya. Menurut Ukirsari R. Manggalani (dalam female.kompas.com) traveling sendirian justru membuatnya lebih leluasa mengenali budaya lokal setempat.

"Traveling ke berbagai negara mengharuskan kita untuk menyesuaikan diri dengan budaya setempat. Kita belajar budaya luar dan respect terhadapnya," ungkap Ari kepada Kompas Female usai talkshow di acara Be An Adventurous & Inspirational Woman yang diselenggarakan Majalah MORE Indonesia dan Martha Stewart Living Indonesia, di Pimento Kemang, Jakarta, beberapa waktu lalu. Prinsipnya, kata Ari, solo traveler termasuk perempuan perlu menjalani rumusan ini:
* Percaya diri
* Berpikir positif
* Pintar menyesuaikan diri
 

TEORI MARVIN ZUCKERMAN: SENSATION SEEKING

Menurut Zuckerman, sensation seeking dideskripsikan sebagai keinginan untuk bervariasi/beragam, baru, kompleks/rumit, sensasi yang intens dan pengalaman serta kesukarelaan dalam mengambil resiko secara fisik, sosial, legal, dan secara financial demi sebuah pengalaman. Risiko. bukan merupakan bagian penting dari sifat tersebut, karena banyak kegiatan yang berhubungan dengan itu tidak berisiko. Namun, resiko dapat diabaikan, ditoleransi, atau diminimalkan dan bahkan dapat dianggap menambah kegembiraan kegiatan.

ada 4 faktor sensation seeking :
  • Thrill and adventure seeking keinginan untuk terikat dalam aktivitas fisik yang melibatkan kecepatan, bahaya, dan hal yang menantang gravitasi seperti bungee jumping, parachuting, scuba diving dan terbang.
  • Experience seeking mencari pengalaman baru melalui perjalanan, musik, seni.
  • Disinhibition kebutuhan untuk mencari aktivitas sosial yang liar. Preferensi "di luar kendali" kegiatan seperti pesta liar, minum dan variasi seksual.
  • Boredom susceptibility : intoleransi pengulangan atau orang-orang yang membosankan, dan gelisah dalam kondisi seperti itu.

Pembahasan Teori berdasarkan pengaplikasian kasus :

Berdasarkan ke empat faktor sensation seeking yang menurut saya berkaitan dengan kasus adalah Thrill and adventure seeking dan Experience Seeking :
·         Thrill and adventure seeking : terkait dengan kasus kenapa saya lebih memilih untuk terbang menggunakan pesawat. Salah satunya adalah menantang diri saya untuk lebih berani lagi dalam hal menantang gravitasi dan ketinggian. Saya memang termasuk orang yang takut dengan ketinggian tapi tidak lantas membuat saya takut untuk mencoba menaiki pesawat terbang walaupun untuk pertama kalinya. Saya juga tidak mengambil opsi lain seperti menaiki bus atau kapal untuk sampai ke pulau Jawa.
·         Experience Seeking : saya baru pertama kalinya ke Jawa, apalagi saya harus melanjutkan perjalanan secara sendirian (Solo Trip) hal ini membuat saya lebih beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan berinteraksi dengan orang-orang sekitar lebih intens lagi. Di dalam perjalanan saya, saya juga sempat kebingungan karena masih terbiasa dengan waktu shalat saat berada di Medan. Walaupun sama sama berada di waktu indonesia bagian barat (WIB) akan tetapi waktu untuk shalat di sana sangat terlihat perbedaannya. Mahasiswa di Malang juga sudah berkuliah pada pukul 6 pagi.









REFERENSI :
Schultz Duane. Eight Edition. Theories Of Personality. Sidney Ellen Schultz: wadsworth
http://en.wikipedia.org/wiki/Sensation_seeking